MADRASAH 4 Lanjutan


Bicara madrasah khususnya pola SKB 3 Menteri,   seharusnya dipahami visi misi yang hendak diraih,  sebab kearah inilah muara yang diinginkan.  Nah secara umum bila ditelusuri visi dan misi hingga kepada tujuan madrasah pasti tidak keluar dari keinginan melahirkan generasi yang memiliki penguasaan dan kecerdasan terhadap dasar dasar pengetahuan dan ketrampilan dengan kepribadian yang dilandasi oleh nilai nilai Islam.

Nah bila itu keinginannya, tentu mereka yang menjadi pembimbing dan pengayom baik ia internal secara langsung maupun eksternal mestinya orang yang memiliki jati diri yang relevan dan memiliki modal diri yang memungkinkan harapan itu terwujud. Mereka itulah tukangnya bila diilustrasikan dengan pabrik.  Katakan sajalah keinginan memproduksi martabak mesir tapi SDM yang dimiliki adalah para tukang dodol,  maka dipastikan akan muncul kelemahan kelemahan.  Apalagi para supirnya atau pimpinannya tidak sesuai maka bisa jadi akan memunculkan bahaya.

Tegasnya bahwa core bisnis madrasah adalah generasi muda yang akan menguasai pengetahuan, ketrampilan dan pribadi Islami, maka integritas pengelola dengan mengedepankan diri yang Islami adalah sebuah keharusan. Sebab bila dalam pentas seni maqomnya irama gambus akan tidak berterima bila gaya yang ditonjolkan gaya dangdut koplo yang biasa jadi suguhan di pantura pulau jawa.

Sadar diri akan sejajarnya ucapan dengan tindakan, isi hati dan isi otak, isi kantong dengan profesi adalah sebuah keniscayaan.  Sebab bila madrasah gagal sebagai biang agama dan orang orang yang Islami lalu yang mana jadi harapan. Sekolah? (SD, SMP, SMA)  dengan 2 jam Agama?  Iya, tapi visi mereka adalah generasi cerdas dalam ilmu dengan pribadi yang berbudi pekerti. Itupun selalu muncul orang orang yang diluar dugaan,  bahwa ketaatannya "Alhamdulillahi " melebihi harapan. 

Termasuk gurunya Alhamdulillah banyak yang lebih taat dan Islami diri pribadinya sehingga sangat sejuk walau ia SMA atau SMK.  Termasuk contohnya adanya jarak dan batas tempat duduk dengan beda saf laki laki dan perempuan hingga ada kantin putra ada khusus putri.  Sebab Kepala Sekolahnya sadar bahwa generasi yang dibimbingnya adalah muda mudi yang lagi puber  cendrung seperti kenderaan yang berbahan bakar Pertamax.  Maka sesak nafas bila melihat sekolah tidak tegas dan ketat menjaga jarak dan batas. Sebab anak sifatnya imitasi tentu gurunya jualah yang duluan jadi teladan. Memang berat jadi guru sebab digugu dan ditiru.  Dalam perspektip Ilmu Pendidikan Islam bermakna "murabbi,  muallim,  mudarris dan muaddib"

Bersambung

12 komentar: