Mencari.Makna dan.Hakekat Madrasah 2


Mencari Makna dan Hakekat Madrasah-2

Dalam perkembangannya setelah lembaga pendidikan madrasah merespon kebutuhan ummat terhadap kualitas sumber daya manusia maka madrasah membuka beberapa jurusan agar relevan dan signifikan, ada IPA,  IPS,  BAHASA,  disamping mempertahankan jurusan keagamaan (Islam). Berdasarkan petunjuk presiden saat itu (Soeharto) dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri pada tanggal 24 Maret 1975, antara lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Mentri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Macmud). Hal itu dilakukan untuk menguatkan posisi Madrasah.

Sebab inti dari SKB tersebut adalah agar secara lintas departemental dilakukan usaha bersama untuk meningkatan mutu pendidikan pada madrasah sehingga tingkat kualitas pengetahuan umum siswa madrasah bisa mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum siswa sekolah umum yang sederajat. Sebab sebelumnya Madrasah melulu mengkaji ilmu keislaman seumpama Pesantren hanya bedanya mereka yang di Pesantren mondok di Asrama. Belakangan setelah terbit UU Pendiknas (2003) madrasah berhak membuka jurusan kejuruan.

Kembali ditegaskan bahwa dibeberapa jurusan umum tersebut,  wajib dikaji Al-Quran Hadits,  Fiqih, Aqidah Akhlak,  SKI dan Bahasa Arab.  Sebab mereka wajib memiliki pengetahuan dasar terhadap ajaran Islam dengan tujuan lulusannya menjadi Islami kendati mereka hidup dengan kualifikasi keilmuan sain dan pengetahuan umum. 

Islami disini tentu memiliki kriteria bahwa paham ajaran Islam,  mengamalkannya dan membentuk diri dengan akhlak Islami yakni taat ibadah,  bersopan santun,  paham batas pergaulan antara laki laki dan perempuan, tidak sekuler dan hedonis serta bertanggung jawab atas terjaganya ajaran Islam di masyarakat.

Persoalannya sekarang adalah mereka yang menjadi guru yang nota bene di setiap madrasah sudah didominasi oleh lulusan Perguruan Tinggi Umum.  Karena pada selain jurusan Keagamaan yang dominan adalah guru dengan latar belakang pengetahuan umum seperti Biologi,  Kimia,  Fisika,  Matematika,  PkN, Kebumian,  Sejarah,  Geografi,  Sosiologi,  Ekonomi,  Bahasa Inggris,  Indonesia,  Seni,  Olahraga, dll.  Artinya di madrasah itu guru gurunya lebih banyak guru bidang studi umum. 

Yang menjadi catatan adalah dengan begitu berbeda latar belakang pendidikan guru apakah sudah sama pandangan mereka terhadap nilai,  yang boleh dengan tidak,   sudah samakah visi misi mereka,  sudahkah sama Paradigma Keilmuan dan tujuan capaian hasil akhir pendidikan yang mereka kejar, sebagai yang ikut di Kementerian Agama ?  Jangan jangan yang disini menganggap tidak boleh yang disana biasa biasa saja.  Yang ini bertentangan menurut sunnah nabi tapi yang lain biasa biasa saja. Makanya bisa saja banyak perbedaan sikap dan terjadi dualisme dan ambivalensi di lingkungan Madrasah... Bila begitu apajadinya?  Apa yang dihasilkan?

Bersambung

7 komentar: