Hari hari kita selama sebulan ini dengan sengaja memutarkan perhatian dan memalingkan fokus pada sekedar berkehidupan yang bersifat material kepada pengenyangan Qolbiyah. Bisa jadi kehidupan kita diluar momentum Ramadhan terisi dengan aktivitas mencari makan, makan, makan, minun, jajan, cemilan, ngopy hingga asesoris gemerlap hidup dst. Karena kita makhluk materi yang tunduk pada hukum causalitas Tuhan sebagai makhluk berkodrat Nabati dan Hewani/Hayawan.
Juga banyak sudah masa dihabiskan untuk menuntut ilmu. Kita ditakdirkan menjadi jenis Hayawanun Nathiq, yang berpikir dan memiliki kekuatan untuk berperadaban. Akal menjadikan kita bermartabat jauh di atas hewan dan mampu mengukir moralitas dengan tatanan keanggunan, maka terus belajar untuk modal menata kehidupan. Tapi terlihat nyata bahwa peradaban yang dibangun dengan modal kekuatan kecerdasan pikiran dengan bantuan pisik yang kokoh masih menyisakan petaka dan tetap jauh dari nilai keadaban yang saling menguatkan.
Banyak macam ragam pikiran, banyak silang sengketa hingga muncul saling interpensi dan eksploitasi begitulah akal apalagi merambah dengan kebebasannya. Begitu juga alam hunian terbabat sudah hingga terkesan tiada memikirkan nasib dan masa depan generasi yang akan datang 100 hingga ribuan tahun kedepannya. Apa yang menyebabkan. Tidak lain adalah adanya sesuatu yang kurang dijinakkan dan dengan meraja lela memiliki dominasi untuk terus memuaskan dahaga untuk memiliki limpahan materi yang dipersepsi menjadi satu satunya kunci meraih kebahagiaan.
Dengan sebulan membersamai Ramadhan...dalam keheningan dan kebeningan saat ada tarikan nafas Ihtisab, yakni muhasabah diri, introspeksi serta tadabbur/meresapi dengan penghayatan yang dalam berbagai wejangan Ilahi yang Ia bentangkan di KitabNya, terasa ada sesuatu yang terlalu diabaikan yang menjadi pangkal munculnya sekat sekat jiwa dan mahalnya kehangatan tautan jiwa. Hingga makin terasa saat ini bahwa "Cinta sesama makhluk" yang sesungguhnya jadi fondasi dasar kita ada dan diadakan justru tergerussss hingga bilapun ada kasih sesama, sudah digerakkan "kepentingan" dan itulah yang abadi.
Bila lebih dalam lagi di gali sebabnya adalah adanya sesuatu yang diabaikan. Apa itu? Qolbun kurang dikenyangkan sehingga sulit menyaring keinginan dan tak mampu mengikat ambisi hingga menjadikan kehidupan area menyemai bibit egoisme, materialisme hingga pandangan hedonisme. Bila itu yang mendominasi maka dalam hidup tidak mungkin ada teman setia yang ada hanya kesetiaan yang merekat dalam ambisi bersama.
Kini bulan Latihan Ruhaniah, masa penggodokan Qolbiyah dan masa mengikuti training melek Spritualitas itu sudah diambang gerbang Syawal....ia akan berahir....maka wajar bila kita lakukan Evaluasi diri...penilain tentang sudah sebanyak apa Qolbiyah kita terisi ????...padahal targetnya agar Qolbiyah menjadi pusat penghadapan wajah untuk berada pada garis edar menelisik jalan hidup...Sudahkah dia kuat untuk jinakkan nafsu Ammarah Bissuk....sudahkah menjadi Nafs Mutmainnah? Sudahkan dijalan jejak Qolbun Salim...yang membuat kita mampu mengendalikan dan menguasai diri dasar yang FITHRAH....Artinya berpotensikah kita jadi pribadi yang KEMBALI FITRAH di bulan Syawal nanti?
Wallihu'alam...salam menuju malam 27 Ramadhan...momen atau malam kesempatan meraih jalan menuju Qodar atau ketetapan hidup yang mendapat jalan PERUBAHAN ....
Sebagai renungan ataupun muhasabah diri bagi kita atas ibadah selama Ramadhan ini, apakah sudah maksimal atau bahkan hanya sekedar ibadah. Puasa Ramadhan tinggal menghitung hari. Ia akan pergi dan belum tentu berjumpa kembali. Semoga amal ibadah kita diterima Allah selama bulan puasa ini. Dan menjadikan kita hamba yang kembali fithrah di bulan syawal nanti aamiin. Jazakallohu khoir pak ilmunya.
BalasHapus