KITA BUTUH PEMIKIRAN BESAR-KEKAR


Pembaharuan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam sesuatu kemestian sebab pengkajian ajaran harus dilakukan secara simultan, juga pengamalan ajaran (kecuali aspek ritual-makhdoh) tidak semua permanen. Islam sebagai pemahaman bisa berkembang mengikuti situasi zaman tentu dengan cara yang proporsional.

Berkaitan dengan pemikiran pak Anhar dalam memahami Qur'an, teringat kepada  Fazlur Rahman, beliau memiliki metodologi memahami Qur'an yang dikenal dengan teori Double Movement pada bukunya Islam Modernitas (Islam and Modernitas: Tranformation of An
Intellectual Tradition) Double movement adalah
metode penafsiran yang memuat di dalamnya 2 (dua) gerakan,
gerakan pertama berangkat dari situasi sekarang menuju ke situasi masa al-Qur'an diturunkan dan gerakan kedua kembali lagi, yakni dari situasi masa al-Qur'an diturunkan menuju ke masa kini, yang ini akan mengandaikan progresivitas pewahyuan.

Rahman memberi pandangan seperti tulisan Elya Munfarida pada Jurnal KOMUNIKA, Vol. 9, No. 2, Juli - Desember 2015, judul :  Metodologi Penafsiran al-Qur’an Menurut Fazlur Rahman.
"Ia mengembangkan hermeneutika al-Qur’an yang berorientasi pada pemahaman teks al-qur’an secara kontekstual, sebagai counter terhadap kecenderungan tekstualis-tradisional yang justru membelenggu kreatifitas mufassir dalam memformulasikan
ajaran dan nilai-nilai al-Qur’an di dalam masyarakat kontemporer. Hermeneutika al-Qur’an yang dikembangkan Fazlur Rahman secara epistemologis berbasis pada pandangannya bahwa teks al-Qur’an merupakan produk historis masyarakat Arab (ungkapan yang sangat radikal tentang sisi Asbabunnuzul). Tesis ini tidak berarti bahwa ia menegaskan dimensi transendental al-Qur’an, namun ia ingin menegaskan bahwa pesan-pesan atau nilai-nilai transendental diprofankan dalam lingkup historisitas masyarakat Arab sebagai penerima pertamanya. Oleh karena itu, perlu adanya pembedaan antara nilai-nilai moral yang bersifat universal dan produk legal historis yang terdapat dalam teks tersebut.

Berpijak pada pokok pikiran di atas, menunjukkan bahwa Islam bukanlah ajaran agama yang statis, akan tetapi ajaran yang dapat berkembang dengan kemampuan akal pikiran setiap muslim untuk menempatkannya sebagai rahmat bukan sebagai penghambat kemajuan dan dinamika sosial. Islam selalu dinamis dengan dokma yang mampu merangkum serta memberi solusi dalam setiap historitas manusia tanpa kehilangan identitas. Islam akan dapat memberi solusi disetiap problema dan benturan hidup manusia. Tentu dengan sarat jangan ada orang atau ilmuan yang ngotot paling benar dan memiliki pandangan bahwa mereka yang memiliki perbedaan adalah sesat. Manusia hanya mampu berargumentasi dan mesti arif menarik sintesis mempedomani yang paling muktabar. Inilah sesungguhnya watak muslim sejati, dan ini yang diharapkan oleh banyak ilmuan yang berjiwa demokratis.

Bila ditelusuri cara hidup para pemikir yang demokratis umumnya mereka adalah yang menata pikirannya dengan menerima seni berpikir yang berkembang  dengan pendekatan filsafat dan logika. Seperti Fazlurrahman dan muridnya Nurcholish Madjid (pola New Modernis) yang telah banyak mengkaji Ibn Taimiyah (Pengikut Salafi Tulen-bahkan mengharamkan Filsafat) berpikir secara hermenetik merupakan pilihan yang bersifat filosofis dan menerima perubahan. Tentu beda dengan mereka yang berpikiran fundamentalis, sebagai istilah bagi mereka yang menolak pendekatan berpikir filosofis.

Melihat fenomena beragama, maka kalangan muslim juga dimengertii bahwa ada golongan yang tidak menerima prinsip fleksibilitas penafsiran teks keagamaan dan tetap berprinsip berpegang pada teks ajaran secara harfiyah dan mewujudkan prilaku para sahabat dan sunnah nabi. Mereka ini menolak adanya filsafat dan olah logika apalagi perubahan dari tradisi para pendahulu. Dengan demikian konplik pemahaman muncul bahkan menjadi ancaman bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyah (Inilah risiko sebuah gagasan baru). Bahkan UIN Ciputat yang banyak mengedepankan, Islam Inklusiv, Islam Rasional, Islam Demokratis dll sebagai implementasi kesungguhan berpikir para Mujtahid menyebabkan munculnya julukan bahwa : Ciputat sebagai Agen Barat, Agen Jahudi dsb...dsb...tentu bagi.mereka yang kurang mau berpikir lebih kerassss...

4 komentar:

  1. terimakasih pak atas ilmunya semoga selalu diberi kesehatan pak... aminnnn

    BalasHapus
  2. Terimakasih pak atas ilmunya dan semoga kita semua selalu berpegang teguh pada Al-quran dan hadits

    BalasHapus