Kehadiran sang Junjungan Nabiyulloh Muhammad Saw ditengah masyarakat yang ummi itu, yakni masyarakat yang mempertaruhkan pikiran, keinginan dan kecenderungan kerendahan untuk puas sesaat, datangnya bak matahari terbit di pagi hari. Ia hadir perlahan menyibak kegelapan. Mulai menampakkan diri dengan munculnya fajar yang menyingsing. Secara berkesinambungan menunjukkan bentuk seiring sistem berangsurnya turun Wahyu.
Junjungan mulia itu hadir dengan daya tarik yang sangat memukau karena sejak kecil hingga remajanya sebelum beliau dilantik Alloh di gua Hiro beliau sudah sangat menonjol akhlaknya dan berada pada kepribadian yang memang lain dari yang lain. Sosok beliau dikenal dengan orang yang tabah, disiplin, santun, jujur, dan lain sebagainya hingga dijuluki dengan al-Amin.
Beliau diamanahi sebagai Nabi dan Rasul dan dititipi ajaran yang sangat melampawi akal pikiran manusia. Alloh mengutus Jibril untuk memberi tuntunan dan ajaran dan disampaikan kepada Rasulullah Saw selanjutnya diajarkan kepada para sahabat dan pengikutnya. Dalam ajaran itulah penegasan muncul kembali yakni kalimat Thayyibah yakni pernyataan yang memberi penegasan bahwa Tuhan Alloh sebagai sosok ILAH yakni zat yang mengatur dan yang berhak ditunduki dan disembah. Sebab Dialah Raja, Dia yang menentukan dan Dia Zat Al-Haq.
Penegasian manusia tentang zat itu adalah Dia yang mengatur dan atas mau Dia yang harus dilakukan. Maka kalimat LA ILAHA ILLALLOH itu adalah kalimat yang menyadarkan bahwa setiap manusia ada memang atas kehendak dan adanya Dia. Tidak ada satu sosok pun yang mengatur dan yang dipatuhi kecuali Dia dan sosok orang yang menganjurkan untuk mematuhiNya. Maka setiap manusia sama saja karena yang diada dan diatur. Kalaupun ada manusia yang dianggap lebih dan bermartabat adalah atas kelebihan sosok itu dalam patuh dan ta'at padaNya. Terlarang untuk melebih lebihkan derajat orang kecuali karena kelebihan atas taqwa. Bukan paras, bukan harta, bukan status sebab semua itu karena Dia, Dia beri dan titipkan.
Orang yang berparas lebih tidak boleh merasa lebih, yang statusnya tinggi tidak boleh berhati tinggi apalagi menganggap paling tinggi sebab di atas langit masih ada 'Aray yang tidak satu orangpun dapat hadir di sana kecuali Rasulullah Muhammad Saw. Maka dengan ajaran beliau itu semua manusia yang ikut mampu menemukan diri dan menembus nuraninya hingga selalu dapat energi hidup dari Sang Pemilik Enerji.
Rasulullah berpantang dipuji sebab sadar bahwa puji bukanlah hak dan bagiannya. Terimakasih saja dari orang lain tidak pernah merasa hak dirinya sebab semua hal menyangkut kebaikan terhadap orang adalah tanggung jawabnya dan beliau merasa berkesempatan membayar utang dan menunaikan kewajiban nya. Sebaliknya tidak pernah meremehkan apalagi mencaci yang lain karena kekurangannya sebab ia sadar bahwa semuanya milik dan punya Alloh. Maka sama dengan mencaci Alloh.
Inilah mental si mukmin yang dibentuk sang Rasul. Jiwa-jiwa bentukan Aqidah Islamiyah. Hanya Alloh yang dipatuhi tidak siapapun. Mereka murka dipuji sedih bila dilebih-lebihkan yang lain.
Saat kondisi dan keadaan mental ummat telah terpatri, dan sudah menanti pola pengabdian untuk menyatakan Cinta, harapan dan segala tutur kebajikan, Rasulullah dipanggil untuk kebutuhan itu. Maka terjadilah Isra' Walmi'raj untuk menjemput bentuk Penyembahan itulah Ibadah Salat Lima Waktu.
Maasya Allah
BalasHapusTabarakallah
Ustadz
Kata"ny puitis sekali
👍👍👍😁
Makasih Ustadz Ilmunya🙏🙏
BalasHapusSyukron ustadz pencerahannya ilmunya sangat memberikan motivasi bagi yang membacanya 🙏🙏🙏
BalasHapusTerima kasih ustadz ilmunya
BalasHapusSyukron ustadz atas pengetahuan yang ustadz berikan
BalasHapusSyukron ustadz atas ilmunya🙏
BalasHapusTerimakasih ustadz atas ilmunya 🙏
BalasHapusSyukron ustadz🙏 atas penjelasannya, mengulas mengenai isra'Mi'raj yaitu Rasulullah dipanggil untuk kebutuhan kondisi dan keadaan mental ummat yg sudah menanti pola pengabdian untuk menyatakan Cinta, harapan dan segala tutur kebajikan, Maka terjadilah Isra' Walmi'raj untuk menjemput bentuk Penyembahan itulah Ibadah Salat Lima Waktu.
BalasHapus