PERBINCANGAN SEDERHANA DENGAN PARA DOKTOR


Di Aula Pasca UIN Syahada dilaksanakan diskusi atau bincang bincang sekitar Pendidikan tentu tidak terlepas dari keberadaan UIN Syahada itu sendiri. Inti materi tidak jauh dari keinginan Tersinergiskannya perpaduan antara Ilmu Diniyah, Insaniyah dan Kauliyah. Bahkan tidak sekedar perpaduan akan tetapi "penting ketiga ilmu ini mengarahkan lahirnya Insan yang lebih Kaffah". Bila tidak terlalu utopis manusia yg Ulul Albab sebab jalan itu sangat terbentang luas.

Dalam sesi dialog, muncul 4 tanggapan yang cukup memberi wawasan yg amat bernas.

1. Dari Dr. Suheri Rangkuti, beliau berkomentar; kalau pada saat ini lembaga pendidikan Islam khususnya di UIN Sayahada bahwa jurusan ilmu kegamaan sudah jauh meninggalkan  ilmu ilmu keislaman masa klasik. Hingga cendrung penguasaan agama secara teks (turos) nyaris tidak ada. Dikhawatirkan suatu saat lulusan ilmu keagmaan tidak menguasai agama. Lalu apa yg akan terjadi?.

2. Dari Dr. M. Arsyad Nst,  beliau unjuk pengalaman saat mengenali Sekolah di Yayasan Bunayya, dengan segala kelebihan pemberian Tuhan buat buah hatinya, ternyata anaknya mendapat tempat ditengah siswa yg beda kondisi dengan anandanya. Anak beliau dilayani dan dibersamai dengan tanpa beda. Karena anak anak disana terbina karakter dan akhlak karimahnya menyebabkan amat menonjol humanitasnya. Ini salah satu wujud Sekolah Islami sebab disamping mumpuni penguasaan sains dasar juga sentuhan spritualitas bagus.

3. Dr. Fatahuddin Siregar, beliau yg baru pulang dari layatan penelitia ke Eropa, kesannya adalah betapa teraturnya tatakelola kehidupan disana, kotanya luar biasa bersih, pelayanan negara kepada masyarakatnya sangat prima, dsb, semacam melihat ajaran al-quran terwujud disana. Islam Amaliyah dalam bernegara seperti tercermin, tapi masyarakatnya tidak terlalu ambil hidup dengan taat beragama. Bila dibanding kita yg sangat kuat memeluk agama justru berbanding terbalik dengan suasana disana. Ini satu problem buat kita.

4. Dr. Anhar Nst, beliau banyak menekankan bahwa beragama kita masih terjebak dalam formalisme, belum substansi. Padahal agama adalah pembentukan pola Bathiniyah dan Fikriyah Insaniyah. Sehingga kita selalu berkecimpung diwilayah kulit belum pada kedirian yg paling dalam.

Tanggapan balik dari Pemakalah;

Apa yg dalam pandangan pak Suheri tak terbantahkan. Contoh Tarbiyah PAI yg dia dilahirkan menjadi guru agama, dengan model pembekalan yg saat ini, benar lulusannya nyaris tidak menguasai Ilmu klasik, seperti Ulumul Quran, Hadits, Fiqh dengan luas, Akhlak, Tasauf dsb dengan merujuk pada Kitab Klasik, padahal merekalah yg akan menjadi para muallim, murabbi, muaddib, mudarris, ustat dsb. Ini sebuah cacat besar apalagi input yg masuk ke PAI tidak lulusan Pondok Yang Mahir Kitab Klasik itu. Maka keterputusan antara masa kejayaan dengan kekinian itu jelas dirasakan. Mestinya hqrus dikembalikan utk menghidupkan khazanah keilmuqn agama itu.

Komentar pak Arsyad itu nyata adanya sebab Bunayya adalah satu dari 3000 an unit sekolah yang ada pada Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yg menebar di NKRI ini. Lembaga ini punya standard sendiri. Dalam polanya yang memadukan Kurikulum Dinas dengan Ajaran Islam. Penggagasnya adalah Sarjana Lulusan Timur Tengah dan Kampus Umum yg nota bene penggarap dan anggota Lembaga Dakwah Kampus. Maka kesejajaran pengembangan aspek, jasmaniyah, Akliyah, Qolbiyah dan Fuadiyah tersahuti dengan baik. Maka anak anak disana sangat integratif penanganannya (pengalaman meneliti diberbagai sekolah JSIT secara lokal, regional dan tahun ini secara nasional).

Khusus untuk pak Fatahuddin dengan itulah generasi hari ini sangat mudah memberi propokasi bahwa beragama membuat orang makin brengsek. Sebab mereka lihat dimana mana masyarakat beragama selalu ketinggalan dan secara internal kacau bahkan mereka membunuh atas nama membela Tuhan. Adalah buku God Is Not Great adalah buku terlaris di dunia tidak kurang dari 1 juta orang membeli. Sebab idenya sangat akurat. Tuhan Bukan Maha Kuasa, begitu terjemahannya saat mereka punya pandangan terhadap orang beragama. Ini cara realisme memahami agama. Padahal dari sisi ajaranya tidak demikian. Ini satu tantangan tersendiri saat ini. "Kampanye Meninggalkan Tuhan, sebab Tuhan tidak berdaya membuat manusia bermartabat. Begitu teori sesat dari penulisnya.

Anhar yg sangat getol mengusung thema pembicaraan pendekatan Irfani, betul banyak manusia kehilangan pola hidup bermartabat, bermuruah, dan hidup sekedar pelayanan unsur fisik dan formalistik tanpa ruh. Maka banyak kehilangan jati diri. Maka kita mesti kembali menjadi manusia yg berpola hidup seimbang dan benar menuju ma'rifah yg kaya rohaniyah dalam tingkatan Suprarasional, melibihi, natural, supranatural dan rasional, tapi sekali lagi menjadi Suprarasional.

1 komentar:

  1. Barakallah. Mantap bang. Ini sejarah . Meskipun jlh peserta diskusinya sedikit, tp mrk adalah pelaku2 sejarah

    BalasHapus