KOKITE SEKOLAH dan DEWAN PENDIDIKAN


KOKITE SEKOLAH dan DEWAN PENDIDIKAN

Sebelum tahun 2020 selalu didaulat dalam forum- forum perbincangan dan pengarahan sekitar Fungsi dan Peranan Komite Sekolah (KS) sebagai mitra pengembangan pendidikan perwakilan masyarakat disetiap  Sekolah sebagai lembaga yang ikut mewarnai bahkan  membentuk mutu SDM generasi muda.

Usaha pelibatan masyarakat dalam mendorong lembaga pendidikan yang berkualitas maka KS ini dibentuk sebagai mitra Sekolah. Bahkan Dewan Pendidikan (DK) ditingkat Kabupaten dan Kota sebagai mitra, konsultan dan pengawal jalannya pendidikan. Bukan tanggung tanggung fungsi dan tanggung jawabnya sesuai Permendiknas No. 75 tahun 2016 tentang DP dan KS, yakni semacam DPR nya bila di NKRI ini. Malah lebih dari fungsi itu sebab ada didalamnya ditemukan fungsi INISIATOR bahkan sumber pembiayaan.

Lalu bagaimana peranan DP dan KS itu berjalan??? Sudahkan fungsi legislasinya terlihat??? Sudahkah peranan kontrolnya berjalan???
Sudahkah fungsi kemitraannya sebagai lembaga solutif kelihatan???
Nah...inilah masalahnya ..

Dari berbagai tanggapan, pertanyaan dan kritikan sepanjang pertemuan dan perhelatan seperti Lokakarya berjalan, banyak muncul pikiran CERDAS. Hanya saja untuk merealisasi pikiran itu ada unsur atau tembok penghambat (semacam tradisi) yang sulit ditrobos yakni sistem  dan ethos sosiologis-politis dalam wilayah menejemen atau pengelolaan dunia pendidikan itu.

Artinya dalam pengelolaan pendidikan,  posisi masyarakat belum sepenuhnya memiliki ruang yang luas. Lembaga Masyarakat sejenis ini belum duduk sebagai mitra. Sehingga nyata terasa posisi birokrasi negara masih dominan. Kata mereka yang selalu sering mau berkata pedas Pendidikan sudah dimasuki politik kekuasaan ?.

Dalam forum forum seperti ini selalu muncul pandangan bahwa lembaga ini hanya sekedar kuda tunggangan untuk menghasilkan hajatan hajatan yang sifatnya materi. Dan masih sangat minim aspek ide dan gagasan apalagi kritik yang sifatnya membangun. Sehingga untuk duduk dalam lembaga ini terkesan banyak dipaksakan untuk kenyamanan birokrasi pendidikan. Baik Sekolah mapun juga aparatur negara di atasnya. Maka tidak heran kalau lembaga DP dan KS dalam proses penentuan kepengurusannya jarang mengikuti prosedue yang terdapat di permendik. Tentu banyak mengundang masalah baru dalam dunia pendidikan.

Maka ke depan perlu dikaji secara bersama agar kemitraan itu lebih diperkuat khususnya dalam pembagian kapling menuju elaborasi   gagasan antara masyarakat dengan praktisi pendidikan serta pemerintah. Khususnya dalam membina dan menumbuhkan iklim transparansi dan akuntabilitas. Sehingga jargon jargon dan istilah yang bernilai mulia itu tidaklah retorika belaka.

Sisi lain bila dilihat keberadaan DP dan KS, sebenarnya ia barang import dari negeri modern dengan kelas industri ketika mana dunia usaha dan industri serta kualitas masyarakat khususnya pendapatan perkapita sudah sangat tinggi, maju dan demokratis, seeprti Australia  salah satu bangsa yang diteliti oleh Indonesia, lalu mau dicoba pada negeri yang punya semangat menjadi negeri demokrasi ini sebagai wujud reformasi 1998 dulu. Tentu dalam aktualisasi nya pastilah banyak rintangan. Problemnya adalah SDM yang mengelola pendidikan itu mendapat tuntutan dengan  jiwa pengabdian yang tinggi bukan malah sebagai ladang usaha mencari kesempatan.
Tanpa mengecilkan keberadaan NKRI ini sebenarnya yang jadi persoalan adalah soal mental. Sebab partisipasi masyarakat sejak dulu sangat tinggi dan negeri ini tidak terlalu peduli bantuan finansial dari pihak lain. Bukankah Pesantren dan lembaga pendidikan yang ada pada Ma'arif NU, Muhammadiyah, Al-Wasliyah, Taman Siswa dsb, berdiri atas kekuatan masyarakat ?

Tapi mental segelintir orang menjadi faktor perusak idealisme itu. Banyak prilaku yang terjadi tanpa disadari menjadi preseden buruk bagi yang lain. Apalagi sejak era reformasi justru tuntutan dan semangat transparasi dan demokrasi sering jadi alat mendapat kesempatan yang bersifat pragmatis sesaat yang akan mendistorsi hakekat reformasi itu sendiri.

Begitukah?, bilapun tidak adanya DP dan KS  bisa jadi baru sebatas sudah memiliki kelembagaannya, sedangkan peran dan fungsinya adalah masih harus menunggu orang-orang  yang berjiwa malaikat. Apalagi saat ini sudah menjadi rahasia umum Reformasi itu Sudah Mati Suri. Kata mereka para Pengamat, sekelas Ray Rangkuti, Ahmad Fauzy Rangkuti, S.Ag dari LSM Lingkar Madani, dsb. Wallohu'alam.

2 komentar: