GENERASI MENGAMBANG


Mencermati kegerahan sosial yang muncul akhir akhir ini, bila secara perlahan ditelisik selalu saja dapat dihubungkan dengan urusan politik praktis yakni pemilihan orang yang akan menduduki jabatan politis, seperti Presiden, anggota DPR dsb. Dalam proses atau tahapannya ada gesekan kepentingan.

Dalam proses itu pasti muncul jiwa primordialis (kelompok sealiran), kekeluargaan, pertemanan, pragmatisme hingga terseret keyakinan atau agama. Masih ingat kasus Ahok saat proses pemilihan kepala daerah di DKI. Ada golongan yang keberatan dengan munculnya ayat Al-Quran yakni adanya pidato yang beranggapan bahwa salah satu ayat dari surah Al-Maidah dijadikan alat membohongi ummat agar tidak memilih salah satu kandidat. 

Terlepas dari  soal ayat tersebut, sangat lumrah ketika berurusan dengan politik praktis akan muncul kepentingan dan terseretlah aspek aspek di atas tanpa kecuali agama. Sebab akan sulit dibendung kendati tidak seharusnya dilibatkan dalam sistem demokrasi yang benar benar demokratis "kata (pikiran)  mereka  yang mengelukan demokrasi", terlepas dari soal kenyataan sosial.

Ada yang harus diambil pelajaran berharga dari situasi saat ini apalagi adanya keinginan pemerintah untuk melakukan usaha "satabilitas sosial" dalam tanda petik. Kencendrungan untuk menegur dan menahan orang yang dianggap instabilitas tak ternapikan. Dengan demikian pola pemberdayaan ummat perlu dihindari dengan pidato pidato yang keras dan provokatip. Sebab keterdidikan dan wawasan ummat kebanyakan masih sangat diutamakan untuk mampu beragama secara baik yakni memahami secara utuh sekitar Iman, Islam dan Ihsan. 

Bukan itu saja secara riil saat ini generasi muda muslim lebih banyak yang unskilled (buta keterampilan). Mereka  terjajah oleh Teknologi Informasi. Terjebak pada main game, terkooptasi dengan pikiran praktis dan instan sehingga tidak mampu berpikiran secara keras, tuntas dan menjangkau masa datang yang lebih menantang. Pendidikan belum dapat melahirkan mayoritas genrasi yang survive (cerah masa depan). Malah dengan suasana sosial hari ini mereka cendrung apatis malah mulai menghindar dari arus sosial, kegamaan dan perpolitikan kini. Mereka muak dengan pandangan yang muncul pada pentas kemasyarakatan.

SAAT ini penting ada yang berpihak kepada mereka. Perlu kelompok yang bergerak menata hidup mereka. Iman, Islam dan Ihsan serta Skilled untuk jaminan masa depan mereka perlu muncul. Mental kemandirian dan ruang berkreativitas dan lembaga finansial wajib dihadirkan dengan melibatkan mereka untuk terdidik secara mental tangguh dan dedikativ nan kreativ. Mestinya ini yang harus menjadi skala prioritas.

Negeri ini beragam dan banyak lembaga sosial keagamaan. Pengurusnya harus berhenti untuk prestise tapi merasa terbebani dengan kondisi ini. Para juru ceramah saatnya menjadikan ini tema, tidak saja soal urusan urusan bid'ah, puak, kolega, dan keasikan lainnya, keterancaman ini harus dipikirkan dan dijadikan program. Moga ini hanya pessimistik dan mimpi buruk dari seorang sepuh...yang kian gamang...

Keresahan ku  awal tahun 2022.

4 komentar:

  1. Sangat bermanfaat pak
    Terimakasih pak

    BalasHapus
  2. Terimakasih pak tulisannya sangat bermanfaat🙂🙏

    BalasHapus
  3. Terimakasih pak atas tulisannya yang sangat bermanfaat, mudah mudahan dapat memotivasi kedepannya untuk saya

    BalasHapus